" Pertobatan sungguh-sungguh bisa terjadi dan terus bertumbuh bila hidup dalam lingkungan yang baik yaitu melaui suatu komunitas rohani."
Jumat, 16 November 2018
Sejarah dan Makna Teologi Sholat 7 waktu
Oleh: Bambang Noorsena, SH, MA
Pelecehan terhadap doa yang dirumuskan, sebagaimana kadang-kadang terjadi di lingkungan Kristen, tidak memiliki dasar dalam Alkitab dan tradisi, tetapi merupakan suatu produk dari subyektivisme dan individualisme modern (E.H. Van Olst, teolog Protestan) [1].
Dalam komunitas Kristen yang berbahasa Arab, Doa-doa Harian atau Brevir (Latin: De Liturgia Horanum) lebih populer disebut Sab'u ash shalawat (Shalat Tujuh Waktu). Liturgia Horanum adalah doa-doa harian yang dilakukan pada saat-saat tertentu, yang didasarkan atas penghayatan jamjam peristiwa Yesus, khususnya Jalan Salib-Nya (Latin: Via Dolorosa, Arab: Tarikh al-Alam) [2].
Brevir atau doa-doa harian ini sifatnya non-sakramental, dalam bilangan tujuh waktu secara lengkap, saat ini masih dilaksanakan di seluruh gereja-gereja Timur, khususnya oleh para rahib di biara-biara. Tetapi pemeliharaan waktu-waktu shalat, lengkap dengan adab qiyam (berdiri), ruku' dan sujud, terutama dilestarikan di Gereja Ortodoks Syria.
Karena kekunoannya, tentu saja tidak dapat dikatakan bahwa tata-cara ini dipengaruhi Islam, seperti sering dituduhkan orang Kristen di Indonesia. Model doa-doa harian seperti ini, bukan hanya waktu-waktunya yang dapat dilacak dari ayat-ayat Alkitab sendiri, tetapi juga dokumen-dokumen gereja kuno, masa-masa menjelang kelahiran Islam, hingga pada zaman sekarang ini. Pola-pola doa seperti ini, khususnya dalam Gereja Katolik ritus Latin, sudah banyak mengalami penyesuaian akibat tuntutan hidup modern.
I. AI-Quddos al-Ilahi dan Sab'ush Shalawot:
Dua Corak Ibadah Gereja Mula-mula
Sejarah gereja mula-mula, sebagaimana disebutkan dalam Perjanjian Baru, dengan jelas mencatat bahwa sejak awal mula orang-orang Kristen awal: " .... bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu menjalankan shalat-shalat dan merayakan ekaristi" (Kisah 2:41, Peshitta) [3]. Ayat ini mencatat kedua corak ibadah gereja kuno, yakni ibadah sakramental (Arab: AI-Quddas al-Ilahi, Perjamuan Kudus) dan ibadah non-sakra-mental, antara lain ibadah-ibadah harian dengan waktu-waktu tertentu (cf. "waktu sembahyang", Kisah 3:1).
Ternyata dua corak ibadah ini hanya meneruskan dari kedua corak ibadah Yahudi: hag (jamak: hagigah) dan Siddur. Hagigah ialah perayaan besar yang harus diselenggarakan 3 kali dalam setahun di kota suci Yerusalem. Kata yang diterjemahkan "perayaan". Perlu dicatat pula, kata Ibrani hag[/i][/b] (yang seakar dengan kata Arab: hajj[/i][/b] ), yang sejak dibangunnya Bet hammiqdas (Arab: Bait al-Maqdis) di Yerusalem, perayaan 3 kali dalam setahun ini dipusatkan di kota suci itu (Keluaran 23:14; Mazmur 122:4). Perayaan besar atau !lag ke Yerusalem ini, dalam kacamata Iman Kristen sudah digenapi dengan kedatangan Yesus Sang Mesiah, dan satu dari antara ketiga hag[/i][/b] yang terbesar, yaitu Hag[/i][/b] ha-Pesah (Perayaan Paskah) yang dahulu menjadi puncak perayaan-perayaan Yahudi, sekarang dimengerti dalam makna yang baru.
Kalau Paskah Yahudi adalah perayaan pembebasan Bani lsrail dari perbudakan Fir'aun di Mesir, maka Paskah Kristen adalah perayaan pembebasan umat manusia dari belenggu dosa berkat penebusan Kristus [4].
Teologi penebusan sendiri ternyata lebih dilatarbela-kangi konsep Yahudi mengenai kippur (Arab: ka-ffarat), yang artinya penebusan atau penggantian. Kurban yang menjadi puncak dari seluruh peribadatan Yahudi, dilanjutkan dan digenapi dalam kurban Perjamuan Kudus (Aram: Qurbana Qaddisa, Arab: AI-Quddas al-Ilahi). Dan apabila Paskah Yahudi itu dirayakan dengan roti tidak beragi, maka dalam ekaristi umat "memecah-mecahkan roti", yang secara teologis diimani sebagai tubuh dan darah Kristus. Karena kedatangan Kristus sudah menggenapi Taurat dan kitab Nabi-nabi, tidak lagi mewajibkan ber-hag ke Yerusalem, melainkan "memecahkan roti di rumah masing-masing" (Kisah 2:46) [5].
Perlu diketahui, peristiwa nuzulnya Firman Allah menjadi manusia (Kalimatullah al-Mutajjasad): kelahiran, kematian, kebangkitan dan mi'raj-Nya ke surga, menjiwai seluruh ibadah Kristen, baik ketujuh sakramen gereja, khususnya Perjamuan Kudus, maupun ibadah-ibadah non-sakramental, seperti Shalat Tujuh Waktu. Pembagian waktu shalat ini mula-mula berasal dari pembagian waktu-waktu menurut perhitungan Yahudi kuno. Begitu juga unsur-unsur doa yang dipanjatkan, kendati di-mengerti dalam makna baru yang berpusat pada permenungan atas peristiwa Kristus.
------------------------------
[1] E.H. van Olst, Alkitab dan Liturgi (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1996), hlm. 68-69.
[2] Fakta bahwa seluruh gereja-gereja di Timur, baik Ortodoks maupun Katolik ritus Timur, masih melaksanakan Shalat Tujuh Waktu (as-sab'u ash-shalawat) dengan jelas dicatat Aziz S. Atiya, History of Eastern Christianity (Nostre Dame, Indiana: University of Nostre Dame Press, t.t.). Demikianlah catatan Aziz 5. Atiya mengenai pelestarian ibadah ini pada tiap-tiap gereja Timur: Gereja Orthodoks Koptik: "These seven hours consisted of the Morning prayer, Terce, Sext, None, Vespers, Compline and the Midnight prayer ... " (hlm. 128). Mengenai Gereja Orthodoks Syria, "... kepp usual hours from Matins ti Compline, with they describe as the 'protection prayer' (Suttara) before retiring" (hlm. 124). Sedangkan Gereja Katolik Maronit di Libanon: "Seven in number, they are the Night Office, Matins, Third, Sixth and Nine Hours, Verpers and Compline" (hlm. 414).
[3] Terjemahan Baru LAI 1974 menerjemahkan "doa", tetapi dalam bahasa as Ii dipakai bentuk jamak, cf. New [(ing James Bible: "And they continue steadfastly in the apostles' doctrine and fellowship, in the breaking of bread and in prayers". Terjemahan ini, cocok dengan adab rasul-rasul yang berdoa pada waktu-waktu tertentu, sebagaimana dieatat dalam Kis. 2:15; 3:1; 10:9;30; 16:25.
[4] Lihat: Tafsiran Yohanes 4:24, dalam Tadrus Malathl, Tofsi« AIKitab ol-Muqaddas: AI·!njll bi Hasab Yuhanna. Juz 1 (Cairo: Maktabah atMahabbah, 2003), him. 123·126.
[5] Kendatipun bukan ibadah wajib lagi, tetapi umat Kristen baik dari gereja-gereja orthodoks maupun katolik, ketika 'aliyah (ziarah) ke Yerusalem, mereka biasanya melaksanakan ibadah khusus "Jalan Salib Kristus" (thariq al-alam) yang biasa dirayakan besar-besaran setiap 'Id al-Fashhah (perayaan Paskah), bahkan menjadi devosi imam-imam dan rahib-rahib yang tinggal di Yerusalem setiap hari Jumat.
Sumber lengkap : https://bit.ly/2BczZHC
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar