Rabu, 18 September 2019

Teologi Dasar Katolik part 3

Saudaraku, hari ini kita akan melanjutkan perkenalan dengan teologi bab II pada bagian ke tiga dan pada bagian teologi modern bagian 4. Semoga sangat membantu untuk berkenalan maupun mendalami trologi.

2.3    Perkembangan Penggunaan Istilah Teologi

Istilah "teologi" dipakai oleh para penulis Skolastik (istilah yang digunakan oleh kaum humanis dan pada abad ke-16 digunakan oleh para sejarahwan filsafat untuk menjelaskan pandangan para filosof dan teolog pada abad pertengahan) dan universitas-universitas Baru di Eropa, di mana teologi menjadi sebuah pelajaran yang sangat sistematis, sebuah ladang studi dan pengajaran, bahkan sebagai sebuah disiplin atau sebuah ilmu. Pemakaian istilah teologi tidak sepenuhnya baru -- ini telah dimulai sebelumnya oleh komunitas Yunani Kristen dan beberapa di dalam tulisan-tulisan bapak-bapak gereja, tetapi hal ini masih merupakan bayangan perkembangan teologi sebagai sebuah disiplin akademis yang tidak hanya menjadi bagian dari komunitas Kristen. Pada saat yang sama para pelajar di universitas-universitas memperluas perbedaan antara macam-macam teologia yang beragam, di samping pembedaan umum antara teologi dan filafat, seperti halnya perbedaan antara iman (faith) dan alasan (reason). Walaupun para Reformator secara umum tidak sabar dengan perbedaan yang dibuat oleh para pelajar di universitas-universitas, namun para pendahulunya, pada zaman Konfesional Ortodoksi atau Protestan Skholastisme telah mengadopsi atau mengembangkan sebuah kategori yang luas tentang macam-macam teologi.

2.4    Istilah Teologi di Era Modern

Di era modern, teologi sering dipakai dalam pengertian yang luas dan cakupan yang komprehensif, yang merangkum semua disiplin ilmu, baik di universitas-universitas maupun dalam pelayanan-pelayanan gerejani (contohnya, bahasa alkitab, sejarah gereja, homiletika, dll.). Teologi adalah sebuah disiplin akademik, contohnya, literatur atau fisika. Lebih tepat, istilah teologi merujuk kepada pengajaran tentang Allah dan hubungannya dengan dunia dari penciptaan sampai penyempurnaan (consummation). Pengajaran ini telah dirangkum dalam sebuah catatan rasional yang dibuat secara spesifik oleh seseorang atau lebih dari suatu kualifikasi yang luas, yang mengindikasikan gereja atau tradisi, termasuk Monastik, Katolik Roma, Reformed, Evangelikal, Ekumenikal. Bahan-bahan dasar teologi, seperti alamiah, alkitab, konfesi-konfesi, simbol-simbol (misalnya, didasarkan pada sebuah 'simbol' gereja, yang artinya di sini adalah kredo-kredo, dll.). Teologi mengandung doktrin, seperti doktrin baptisan, doktrin Trinitas, dll. Pusat organisasi atau motif atau fokus teologi, misalnya perjanjian (covenan), liberasi, inkarnasional, feminisme, teologi salib -- masing-masing merujuk kepada lebih dari satu pokok bahasan. Tujuan teologi untuk memberi keputusan bagi pendengarnya, misalnya dalam apologetika, polemik, dll.

2.5    Penggunaan Istilah Teologi “Hari Ini”

Disiplin utama studi teologi hari ini dikelompokkan ke dalam beberapa bagian, di antaranya, teologi biblika, teologi historika, teologi sistematika, teologi filsafat, teologi pastoral dan teologi praktikal dan yang kurang dikenal secara luas, seperti teologi dogmatika (dogmatic theology), teologi liturgika dan teologi fundamental. Sebenarnya, lebih banyak lagi ragam teologi; setidaknya bersifat konfesional atau mencirikan suatu denominasi.

2.6    Tempat Teologi dan Pentingnya Mempelajari Teologi secara Sistematis

Pertanyaan yang sering timbul adalah kalau Teologi adalah pengenalan tentang Allah dan karya-Nya, bagaimana hubungan Teologia dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti musik, filsafat, sosiologi, kedokteran, dan sebagainya? Dengan percaya bahwa seluruh kebenaran adalah berasal dari Allah, maka tidak seharusnya Teologi bertentangan dengan disiplin-disiplin ilmu yang lain, baik itu kebenaran alam, filsafat, musik, dll., bahkan seharusnya mereka akan saling melengkapi.
Karena itu, teologi merupakan suatu disiplin ilmu yang penting untuk dipelajari secara sistematis. Alasannya adalah :
1.  Manusia sebagai mahluk ciptaan yang berasio. Manusia mempunyai kecenderungan untuk berpikir dan mempelajari sesuatu secara sistematis.
2.   Sifat Alkitab sendiri yang menuntut untuk disusun secara sistematis. Kebenaran tersebar secara acak di seluruh bagian Alkitab, sehingga perlu disusun secara sistematis.
3.   Bahaya pengajaran sesat. Untuk memberikan jawaban akan iman kepercayaannya dan sekaligus melawan setiap tantangan dari pengajaran palsu. 1Pe 3:15, Efe 4:14
4.   Alkitab adalah sumber doktrin Kristen. Tugas orang Kristen adalah untuk menjelaskan doktrin-doktrin itu dalam sistematika yang baik dan di dalam konteks yang tepat sehingga dapat menjawab pertanyaan, "Apa yang diajarkan oleh Alkitab kepada kita untuk jaman ini?"
5.   Alkitab adalah pedoman hidup Kristen. Mengerti Teologi bukan hanya sekedar sebagai pengetahuan teoritis, tapi juga sebagai gaya hidup yang berintegritas. 2 Tit 2:24-25; 2 Tit 3:15-16
6.   Keutuhan keseluruhan kebenaran Firman Tuhan yang bersistem sangat dibutuhkan oleh pekerja Kristen yang efektif.

2.7 Sumber dan Metode Teologi

Teologi memiliki tiga sumbernya, yakni :

1. Alkitab, sebagai sumber yang paling utama yang menjadi otoritas tertinggi dan mutlak bagi
    iman dan kehidupan Kristen.
2. Tradisi gereja, khususnya dari Bapak-bapak Gereja, dan perkembangan pengajaran di
    gereja dari jaman ke jaman, yaitu tentang apa yang diterima/ditolak oleh gereja sepanjang sejarah.

3. Buku-buku Lain,  sumber-sumber lain berasal dari buku-buku yang sudah "jadi" yang
    dihasilkan oleh teologia biblika, historika atau filosofika untuk dipergunakan sebagai sarana
    membantu menyelidiki Alkitab dengan lebih sehat.

Sedangkan metode-metode yang digunakan dalam teologi, antara lain :

a. Metode Charles Hodge Memakai metode induktif, yaitu dengan mengumpulkan fakta-fakta, kemudian ditarik kesimpulan. Alkitab adalah gudang fakta (yang tidak dapat dicerna, disingkirkan, karena tidak diterima oleh rasio).

b. Metode Karl Barth. Teori Barth mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengenal Allah (karena di luar jangkauan rasio manusia). Oleh karena itu, Allah yang mencari manusia. Imanlah yang membantu manusia untuk bisa bertemu Allah (yang mencari mereka). Karena Allah ada di luar jangkauan manusia, maka Allah menjadi "tersembunyi". Satu-satunya cara manusia untuk menerima kebenaran adalah melalui cara supranatural dan Allah harus menemui manusia langsung, sehingga manusia mempunyai bukti pengalaman tentang Dia. Maka pernyataan teologis harus didasarkan pada pengalaman supranatural itu.

c. Metode Torrance Ilmu adalah suatu keterbukaan terhadap obyek. Ilmu terjadi karena manusia menaklukkan diri pada obyek penelitiannya yang intrinsik, yang untuk nantinya manusia mampu memberikan penjelasan rasionalitasnya terhadap obyek itu. Teologi juga demikian, meskipun teologi mempunyai jenis rasionalitas sendiri, tidak perlu sama dengan rasionalitas disiplin ilmu yang lain. Teologi yang obyektif adalah sejauh mana teologi tunduk dan terbuka pada obyek penelitiannya. Torrance menyangkal bahwa Obyeknya adalah Allah, karena Allah harus menjadi subyek, maka kalau begitu obyeklah (Allah) yang akan mempertanyakan tentang manusia.

d. Metode Paul Tillich. Metode yang dipakai adalah Metode Korelasi. Keprihatinannya yang utama adalah bagaimana menyampaikan berita Alkitab kepada situasi dunia kontemporer sekarang ini. Untuk menjawab ini maka pertanyaan-pertanyaan manusia modern itu dihubungkan sedemikian rupa dengan jawaban dari tradisi kristen, sedangkan jawaban-jawabannya ditentukan oleh bahasa filsafat, sains, psikologi dan seni modern. Ia yakin tentu ada kaitan antara pikiran dan problema manusia dengan jawaban yang diberikan oleh kepercayaan dalam agama. Untuk itu, ia menolak jawaban yang supranaturalisme dari fundamentalisme, dan juga menolak naturalisme dari liberalisme. Penekanan metode Tillich adalah pada penggunaan bahasa simbolik religius. Ia yakin bahwa pengetahuan tentang Allah hanya dapat diuraikan melalui penggunaan kata-kata simbolik secara semantik. Tugas kita adalah menterjemahkan simbol religius dalam Alkitab ke dalam suatu urutan atau susunan simbol yang teratur melalui prinsip-prinsip dan metode-metode teologis.

e.  Metode Interpretasi Analitis. Teologi adalah ilmu tentang Allah yang memberikan paparan yang koheren (menyatu, berkaitan, teratur, logis) tentang doktrin-doktrin iman Kristen. Landasan utama yang dipakai dalam metode ini adalah percaya bahwa seluruh Alkitab adalah sebagai Firman Allah, kemudian sebagai respons mau tidak mau kita harus menginterpretasikan (menafsirkan) berita Alkitab ini lalu menterjemahkannya ke dalam bahasa kontemporer yang akan relevan dengan manusia di setiap jaman, budaya dan konteks. Dengan demikian unsur terpenting dalam metode ini adalah penafsiran (karena segala sesuatunya harus ditafsirkan). Penafsiran yang tepat akan menghasilkan produk teologi yang tepat. Untuk itu seorang penafsir harus melakukan hal-hal berikut ini:
1. Penafsir harus setia pada kebenaran Alkitab sebagai sumber normatif dan tidak mungkin keliru bagi semua manusia (Biblikal).
2. Penafsir harus memakai sistem penafsiran yang sehat (ilmu Hermeneutiks) yaitu: melihat dari sudut pandang dan maksud orisinil penulis (dilihat dari latar belakang historis, budaya, ekonomi dan gramatikal/bahasanya), lalu hasil penafsirannya itu (dari Kejadian - Wahyu) diteliti, dianalisa dan dipadukan. Kemudian ditarik kesimpulan dan prinsip-prinsip, apa yang sebenarnya Alkitab ingin ajarkan secara keseluruhan bagi kehidupan normatif sepanjang jaman.
3. Untuk tugas di atas penafsir juga harus melihat dirinya sendiri (latar belakang, dll.) sehingga ia betul-betul terbuka kepada Alkitab dan tidak berbias, mengurangi, atau memanipulasinya. Selain itu, sifat penafsiran ini juga harus sesuai dengan sifat kekinian sehingga dapat diaplikasikan untuk menjawab kebutuhan manusia kontemporer.
4. Keseluruhan hasil penafsiran ini perlu disusun sedemikian rupa untuk memenuhi standard ilmu (analistis, dengan metode yang tepat dan teratur, sistematik dan diungkapkan dengan bahasa yang jelas). Teologia yang dihasilkan dari penyusunan ini dijamin sifat biblikal, sistematik, kontekstual dan praktikalnya.

2.8. Pembagian Teologi

Teologi dapat dipahami dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas,  teologi mencakup seluruh pokok studi (disiplin ilmu) dalam pendidikan teologi. Dalam arti ini, teologi dibagi atas :
a. Teologi Biblika (Eksegetis): Teologi yang berurusan dengan penelahaan isi naskah Alkitab dan alat- alat bantunya, untuk tujuan menggali, mengerti dan mengartikan apa yang ditulis dalam Alkitab.
b. Teologi Historika (Sejarah): Teologi yang berurusan dengan sejarah umat Allah, Alkitab dan gereja, untuk tujuan mengikuti dan menyelidiki perkembangan iman/teologi dan sejarahnya dari jaman ke jaman.
c. Teologi Sistematika (Doktrin Iman Kristen): Teologi yang berurusan dengan penataan doktrin-doktrin dalam Alkitab menurut suatu tatanan logis, untuk tujuan menemukan, merumuskan, memegang dan mempertahankan dasar pengajaran iman Kristen dan tindakan yang sesuai dengan Alkitab.
d. Teologi Praktika (Pelayanan): Teologi yang berurusan dengan penerapan teologi dalam kehidupan praktis, untuk tujuan pembangunan, pengudusan, pembinaan pendidikan dan pelayanan jemaat dan umat manusia pada umumnya.

Sedangkan dalam arti sempit, teologi berarti usaha meneliti iman Kristen dari aspek doktrinnya saja yang sering disebut sebagai Teologia Sistematika. Dalam arti ini, teologi dapat dibagi atas :
a.  Bibliologi (Alkitab)
b.  Teologia Proper (Allah)
c.  Antropologi (Manusia)
d.  Soteriologi (Keselamatan)
e.  Kristologi (Yesus Kristus)
f.  Pneumatologi (Roh Kudus)
g. Eklesiologi (Gereja)
h. Eskatologi (Akhir zaman)

Minggu depan kita tetap mempelajari teologi perkembangan pengenalan tentang teologi bab II bagian ke 9 dan seterusnya. Semoga membantu kita sekalian didalam mempelajari teologi dasar. Seandainya belum jelas boleh ditanyakan. Trims.

Next : Teologi Dasar bagian 2.9 : Teologi Apologetika 

> Teologi Katolik Part lainnya

Salam dari Ponti Sep" 19.



Ponti 18 Sept "19
Bram W.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar