Tampilkan postingan dengan label teologi katolik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teologi katolik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Desember 2019

TEOLOGI KATOLIK PART 17


III.2.1. MAKNA PENGENANGAN

III.2.2. DOA DIDALAM GEREJA & DOA GEREJA

Dalam Gereja dibedakan antara doa pribadi dan doa bersama. Doa pribadi dapa disebut sebagai ”doa di dalam gereja”, dan doa bersama disebut sebagai ”doa gereja”. Doa tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan, melainkan pertama-tama dan terutama adalah soal pernyataan iman di hadapan Allah. Doa berarti mengarahkan hati kepada Tuhan. Karena itu, doa tidak membutuhkan banyak kata, dan tidak terikat pada waktu dan tempat tertentu, tidak menuntut sikap badan atau gerak-gerik yang khusus. Yang berdoa adalah hati, bukan badan. Maka, yang berdoa sebetulnya adalah Roh Kudus.

Doa Gereja merupakan doa resmi atau sebagai ”liturgi”, yang dapat disebut juga sebagai ”kebaktian” (kata Yunani Leitourgia : kerja bakti). Yang pokok bukanlah sifat ”resmi-nya” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah karya Kristus, Imam Agung dan karya TubuhNya, yaitu Gereja. Liturgi bukan hanya ”kegiatan suci yang istimewah”, melainkan wahana utama untuk menghantar umat Kristen ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus.

Liturgi tidak hanya menawarkan aneka bentuk dan rumus doa, tetapi juga menjadi tempat bagi umat untuk merasakan dan menghayati komunikasi dengan Bapa, bersama Putra, dalam Roh Kudus. Di sinilah letak inti pokok dari doa, yaitu adanya kesatuan pribadi dengan Putra dalam penyerahanNya kepada Bapa.  Selain itu, karena liturgi adalah sebuah pujian, maka pokok liturgi adalah pengungkapan hubungan dengan Allah, dengan tekanan pada kehormatan dan kemuliaan Allah. Liturgi memiliki dua segi iman, yaitu kemuliaan Allah dan pengudusan manusia. Pemahaman lain tentan liturgi adalah bahwa liturgi bukanlah sebuah tontonan, melainkan perayaan. Melalui perayaan itu sebagai pengungkapan iman Gereja, orang mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan dan tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah. Yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapan dalam doa.

III.2.3. SAKRAMENTALI

Istilah sakramentali muncul pada abad XII, yakni pada tulisan Petrus Lombardus bersamaan dengan pembakuan istilah sakramen bagi ketujuh ritus Gereja. Konsili Vatikan II merumuskan arti sakramentali sebagai tanda-tanda suci yang memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen. Sakramentali itu menandakan kurnia-kurnia, terutama yang bersifat rohani dan yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja. Perayaan sakramentali merupakan suatu perayaan kerinduan akan sakramen dan perayaan yang diarahkan kepada perayaan sakramen. Sebab, perayaan sakramentali dapat mengantar dan mempersiapkan orang beriman kepada sakramen-sakramen Gereja. Dengan sakramentali itu, misteri yang dirayakan dalam sakramen semakin diperjelas dan disposisi umat bagi penerimaan sakramen dipersiapkan secara optimal dan berbuah. Hal ini nampak dalam berbagai upacara sakramentali, misalnya pemberkatan air suci, pemberkatan dengan tanda salib pada dahi anak-anak merupakan upacara atau pemberkatan dalam rangka menuju atau mengenangkan atau menghadirkan sakramen baptis;pemberkatan roti, atau doa sebelum dan sesudah makan mengingatkan kita pada ekaristi; berbagai doa untuk orang sakit bagi sakramen pengurapan orang sakit; upacara pertunangan bagi sakramen perkawinan; upacara tobat bagi sakramen tobat; selain itu, ada macam-macam sakramentali, seperti aneka ibadat dan pemberkatan atau juga prosesi.

Perbedaan dasar sakramentali dengan sakramen ialah bahwa sakramentali pertama-tama adalah doa permohonan Gereja, agar Allah memberkati dan menguduskan orang atau benda tertentu. Dengan kata lain, daya guna sakramentali itu terjadi menurut ex opere operantis atau berkat tindakan/ karya Gereja, yaitu karena Gereja memohon, sedangkan daya guna sakramen itu terjadi secara ex opere operato yaitu berkat tindakan atau karya Kristus. Dalam sakramen, Kristuslah yang mengubah dan menguduskan orang itu dan karya Kristus itu tidak berhubungan dengan moral si pelayan.



" Teologi Katolik Part 1-16 "

" Cincin Komitment Kpd Kristus "


Selasa, 22 Oktober 2019

Teologi Katolik Part 9

Saudaraku, hari ini kita melanjutkan membahas tentang Bab III " Warta Iman" dimana pada bab III. I "IMAN YANG DIAKUI" Lalu pada bagian bab III. I. I. "Allah pencipta"  hingga yg sedang kita bahas pada bab III. I. I. I. "Hakekat Allah."
Pada point 1. Tentang keberadaan Allah hingga sampai point 3. Tentang pengenalan tentang Allah.
Hari ini kita akan membahas point 4. Yaitu "atribut-atribut Allah." tentang Allah pencipta teristimewa tentang hakekat Allah.

D.  Atribut-Atribut Allah

Istilah "atribut" berarti "yang melekat" atau "dimiliki”. Terdapat beberapa cara dalam menentukan atribut-atribut Allah, yaitu :

  • Cara causalitas (sebab-akibat), yaitu mencari akibat-akibat yang ada di dunia ini.
  • Cara negasi (penyangkalan), yaitu menyingkirkan segala ketidaksempurnaan yang ada pada ciptaanNya.
  • Cara eminen (meninggikan), yaitu memberikan kesempurnaan pada Allah setinggi-tingginya.
  • Cara penyataan (pewahyuan), yakni sesuai dengan Firman Allah; Hanya Allah yang berhak memberi penjelasan akan sifat-sifatNya.

Atribut-atribut Allah dapat dibagi atas dua, yakni :
  1. Atribut atau sifat-sifat unik yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan-Nya (incommunicable).
  2. Atribut atau sifat-sifat yang tidak unik yang  dimiliki oleh ciptaan-Nya ( communicable)
1a. Atribut atau sifat-sifat unik  yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan-Nya (incommunicable) antara lain :
1a.1. Ketidaktergantungan Allah.
         Allah tidak membutuhkan ciptaan-Nya untuk alasan apapun juga, namun demikian
         ciptaan-Nya dapat mempermuliakan Dia dan memberikan sukacita kepada Allah.
         (Kis 17:24-25; Ayu 41:11; Maz 50:10-12). Tuhan juga tidak menciptakan manusia
         karena Ia kesepian (Yoh 17:5, 24).
         Allah Tritunggal di dalam diri-Nya mempunyai kepenuhan kesempurnaan yang mutlak,
         baik dalam komunikasi, kasih atau kebutuhan-kebutuhan lain. Ketidaktergantungan
         Allah juga menyatakan bahwa Allah tidak diciptakan dan tidak ada peristiwa terjadinya
         keberadaan Allah (Wah 4:11; Yoh 1:3; Maz 90:2; Rom 11:35-36; Kel 3:14). Justru
         keberadaan Allahlah yang menyebabkan sagala sesuatu ada dan tetap ada untuk
         selama-lamanya. Kalau Tuhan tidak membutuhkan manusia dan apapun juga, lalu apa
         gunanya manusia ciptaan-Nya? Tuhan tidak harus menciptakan manusia, tetapi Tuhan
         memilih untuk menciptakan manusia. Tuhan menciptakan manusia dan ciptaan-Nya
         untuk kemuliaanNya. Suatu yang murni/tulus ditetapkan oleh Allah (Yes 62:3-5; Yes 43:7).

1a.2. Ketidakberubahan Allah Allah
        Allah tidak berubah dalam hakekat/ jati diri-Nya, kesempurnaanNya, tujuanNya, dan
        janji-janji-Nya; namun demikian Allah memang bertindak dan merasakan emosi.
        Ia bertindak dan merasakan secara berbeda dalam meresponi situasi-situasi yang berbeda.

1a.2.1.  Allah tidak berubah sesuai dengan yang dinyatakan dalam Alkitab
             (Maz 102:25-27; Yak 1:17 )

1a.2.2.  Apakah Allah kadang-kadang berubah pikiran?
             (Kel 32:9-14; Yes 38:1-6; Yun 3: 4, 10;  Kej 6:6; )

1a.2.3. Tidak ada satupun tindakan manusia yang mempengaruhi/berarti untuk Tuhan.
            Oleh karena itu Allah harus berubah, supaya hidup/ tindakan manusia berarti.

1a.2.4. Pentingnya doktrin Ketidakberubahan Allah. Allah tidak mungkin berubah untuk
            lebih baik atau lebih buruk, Kalau Allah berubah maka berarti janji-janji Allah
            juga tidak mungkin bisa dipercaya.

Next kita akan melanjutkan dan membahas tentang teologi dasar bagian bab ke II.
Khususnya tentang Hakekat Allah.

Notes : Dimana kita sudah membahas tentang Atribut-atribut Allah.


Semoga pengetahuan teologi dasar tetap tekun kita dalami agar kita mempunyai  perpektif
tentang Ilmu KeTuhanan menurut pandangan Gereja Katolik.


Topik Sebelumnya : Teologi Katolik 

Kereta Api Jakarta Bandung Rabu Okt III.

B.W



Senin, 27 Mei 2019

PERBEDAAN TEOLOGI KATOLIK VS KRISTEN


Mengenal Perbedaan teologi Katolik & Kristen

Sudah menjadi rahasia umum bahwa cukup banyak umat Katolik menyeberang ke gereja Kristen. Inilah beberapa alasan yang sering muncul:

1. 'biar tdk apa-apa, kan masih dalam nama Yesus'._
2. Saya lebih bisa meresapi firman Tuhan di gereja Kristen_
3. Beberapa katakumen ingin cepat dibaptis, tak mau belajar katakumen yg lama._
4. Teman-teman mengajak saya ke gereja mrk, toh sama saja katanya._

Benarkah hal-hal tsb? Apakah gereja Katolik dan gereja Kristen itu sama saja? Kalau berbeda, di mana letak perbedaannya?  Sekilas memang tampak sama antara keduanya. Tapi kalau kita cermati lebih jauh, keduanya sungguh ada banyak perbedaan. Sering kali mrk yg mudah terbawa ke gereja Kristen, mengalami kurangnya penghayatan akan iman Gereja Katolik.

Inilah perbedaan mendasar Teologi Gereja Katolik dan Gereja Kristen.
Teologi Katolik dan Teologi Protestan, Apa Bedanya?

Teologi adalah ilmu yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin agama, tak terkecuali para calon imam maupun calon pendeta. Dengan ilmu Teologi, mereka akan lebih mengenal Tuhan secara intens sehingga mereka dapat menyampaikan ajaran dan firman dari Sang Pencipta kepada masyarakat luas. Namun, apa bedanya teologi Katolik dan teologi Protestan? Ada beberapa point yang membedakan, yakni sebagai berikut:

1. Tiga Pilar (Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium) vs Sola Scriptura

Inilah perbedaan yang mendasar dan menjelaskan mengapa saudara-saudara kita yang Kristen non-Katolik selalu membawa Kitab Suci kalau pergi ke gereja untuk kebaktian hari Minggu. Karena teologi Protestan menganut prinsip pengajaran Sola Scriptura (Kitab Suci adalah satu-satunya sumber kebenaran). Namun tidak dengan Gereja Katolik. Gereja Katolik memiliki tiga pilar sebagai sumber kebenarannya, yakni Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium (ajaran Bapa-Bapa Gereja). Mengapa? Karena: (a) Kitab Suci sendiri tidak pernah mengatakan demikian; bahkan menekankan pentingnya pengajaran para rasul yang disampaikan secara lisan maupun tertulis (lih. 2 Tes 2:15) dan otoritas kepemimpinan dalam Gereja (lih. Mat 16:18-19; 18:18); (b) Gereja lahir terlebih dahulu sebelum Kitab Suci, (c) Dengan inspirasi Roh Kudus, Gereja-lah yang menentukan kitab-kitab mana yang masuk dalam Kitab Suci, (d) Sola Scriptura tanpa ada otoritas yang menentukan interpretasi yang benar, terbukti menghasilkan perpecahan gereja. Keempat point tadi sudah menunjukan kalau ketiga pilar tadi sangat-sangatlah alkitabiah, kalau dibandingkan dengan prinsip Sola Scriptura tadi. Untuk lebih jelasnya, kebetulan topik minggu depan adalah membahas lebih lanjut tentang ketiga pilar kebenaran tadi secara episodik. Selama tiga minggu blog ini akan full membahas tentang tiga pilar kebenaran Gereja Katolik. Tunggu ya.

2. Konsep Otoritas dalam Gereja

Gereja Katolik mempercayai bahwa Yesus menyerahkan otoritas kepada Rasul Petrus (lih. Mat 16:16-19) dan para penerusnya, yakni para Paus. Mengapa? Sebab Yesus menghendaki agar Gereja-Nya bertahan sampai pada akhir zaman (lih. Mat 28:19-20) dan juga otoritas lainnya diberikan kepada rasul-rasul lainnya, yang sekarang diteruskan oleh para uskup (lih. Mat 18:18;Yoh 20:21-23). Mereka inilah yang disebut sebagai Magisterium Gereja tadi. Dan fungsi pengajaran ini ditegaskan dalam Luk 10:16 “ Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.” Karena Kristus yang memberikan otoritas Gereja kepada para Paus dan para Uskup, maka umat Katolik sendiri dengan kerendahan hati mengikuti apa yang diajarkan oleh Magisterium Gereja, yang tentunya bersumber kepada Kitab Suci dan Tradisi Suci tadi. Dengan otoritas ini, bukanlah tidak mungkin jika Gereja Katolik bisa bertahan sampai 2000 tahun dengan pengajaran yang sama dari generasi ke generasi.

Sebaliknya, gereja-gereja Protestan menganggap bahwa setiap umatnya memiliki otoritas dan tanggung jawab sendiri dengan Kristus. Sehingga mereka tidak perlu mentaati pengajaran dari siapapun. Inilah akibat dari prinsip Sola Scriptura tadi.

3. Konsep Ekklesiologi
Konsep ekklesiologi dari Gereja Katolik dan gereja-gereja Protestan sendiri sudah berbeda, bahkan inilah perbedaan yang paling mencolok. Bagi Gereja Katolik, Kristus hanya mendirikan satu Gereja, yaitu Gereja Katolik (lih. Mat 16:16-19). Gereja Katolik jugalah yang menjadi tubuh mistik Kristus (Ef 1:23; Ef 5) yang memiliki 4 tanda, yaitu satu, kudus, katolik, dan apostolik, serta menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa. Dengan kata lain, Gereja adalah tanda kasih Allah kepada umat Allah yang harus diterima, dijaga, dan sekaligus menjadi tujuan. karena didirikan oleh Kristus, dijiwai oleh Roh Kudus, dan mengantar umat manusia menuju keselamatan. Gereja-gereja Protestan tidaklah menganut konsep yang demikian, mereka menganggap bahwa gereja hanyalah menjadi persatuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. terlepas dari perbedaan ajaran antar denominasi.

4. Konsep Sakramen

Gereja Katolik mengimani 7 sakramen, yakni Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen Krisma (penguatan), Sakramen Rekonsiliasi (Pengakuan Dosa). Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Sakramen Imamat, dan Sakramen Perkawinan. Ketujuh Sakramen ini diinstitusikan oleh Kristus sendiri sebagai caraNya untuk menyalurkan rahmat kepada para umat Allah. Sedangkan gereja-gereja Protestan, seperti Lutheran, hanya mengimani 2 Sakramen, yakni Baptis dan Ekaristi (disebut sebagai perjamuan kudus), bahkan dalam beberapa denominasi ada yang mengakui Sakramen Rekonsiliasi (Tobat). Namun, sakramen-sakramen ini tidak memiliki arti yang sama dengan yang diimani oleh Gereja Katolik. Mereka tidak mempercayai bahwa baptisan adalah cara Kristus untuk menyelamatkan manusia, perjamuan kudus sendiri hanya dipandang sebagai simbol. Berbeda dengan ekarist yang terdapat dalam Gereja Katolik, yang menyatakan bahwa Kristus hadir secara nyata dalam bentuk roti dan anggur.

5. Maria dan Para Kudus

Perbedaan yang lain adalah konsep mediasi. Gereja Katolik mempercayai bahwa semua orang terpanggil oleh Allah untuk menjadi rekan sekerja Kristus (lih. 1Kor 3:9). Kalau kita semua terpanggil oleh Allah untuk menjadi rekanNya, apalagi Maria Bunda Allah, dan para kudus. Bunda Maria dan Para Kudus adalah mereka yang sungguh telah bekerjasama dengan rahmat Allah, sehingga mereka pun dapat berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah. Gereja Katolik melihat bahwa kematian tidaklah memisahkan orang-orang yang telah dibenarkan oleh Allah dengan umat Allah di dunia ini (lih. Rom 8:38-39). Sedangkan gereja-gereja non-Katolik memandang bahwa orang-orang yang telah meninggal sama sekali terpisah dari umat Allah yang masih mengembara di dunia ini.

Demikian perbedaan Teologi Katolik dengan Teologi Protestan. Semoga bermanfaat, Tuhan memberkati

Next " Peranan Roh Kudus dalam Kehidupan "